Kehidupan rumah tangga mereka sangat harmonis. Dengan 2 anak yang sedang lucu-lucunya, ditambah dengan posisi Herman yang cukup tinggi di perusahaannya, membuat mereka menjadi keluarga yang cukup di hormati di lingkungan kompleks mereka tinggal. Nisa pada dasarnya adalah istri yang sangat setia kepada suaminya. Tidak pernah ada niat berkhianat terhadap Herman dalam hati Nisa karena dia sangat mencintai suaminya. Tapi ada satu peristiwa yang menjadi awal berubahnya cara berpikir Nisa tentang cinta..
Suatu siang, Nisa sedang mengasuh anaknya di depan rumah. Dikarenakan kedua anaknya waktu itu berlari jauh dari rumah, maka Nisa langsung mengejar mereka. Tapi tanpa disengaja, kakinya menginjak sesuatu sampai akhirnya Nisa terjatuh. Lututnya memar, agak mengeluarkan darah. Nisa langsung berjongkok dan meringis menahan sakit. Pada waktu itu, Iwan, anak tetangga depan rumah Nisa kebetulan lewat mau pulang ke rumahnya. Ketika melihat Nisa sedang jongkok sambil meringis memegang lututnya, Iwan langsung lari ke arah Nisa.
“Kenapa tante?” tanya Iwan.
“Aduh, lutut saya luka karena jatuh, Wan…” ujar Nisa sambil meringis.
“Bantu saya berdiri, Wan…” kata Nisa.
“Iya tante,” kata Iwan sambil memegang tangan Nisa dan dibimbingnya bediri.
“Wan, tolong bawa anak-anak saya kemari.. Anterin ke rumah saya, ya…” kata Nisa.
“Iya tante,” kata Iwan sambil segera menghampiri anak-anak Nisa.
Sementara Nisa segera pulang ke rumahnya sambil tertatih-tatih. Waktu Iwan mengantarkan anak-anak Nisa ke rumahnya, Nisa sedang duduk di kursi depan sambil memegangi lututnya.
“Ada obat merah tidak, tante?” tanya Iwan.
“Ada di dalam, Wan,” kata Nisa.
“Kita ke dalam saja…” kata Nisa lagi sambil bangkit dan tertatih-tatih masuk ke dalam rumah.
Iwan dan anak-anaknya mengikuti dari belakang.
“Ma, Donny ngantuk,” kata anaknya kepada Nisa.
“Tunggu sebentar ya, Wan. Saya mau antar mereka dulu ke kamar. Sudah waktunya anak-anak tidur siang,” kata Nisa sambil bangkit dan tertatih-tatih mengantar anak-anaknya ke kamar tidur.
Setelah mengantar mereka tidur, Nisa kembali ke tengah rumah.
“Mana obat merahnya, tante?” tanya Iwan.
“Di atas sana, Wan…” kata Nisa sambil menunjuk kotak obat.
Iwan segera bangkit dan menuju kotak obat untuk mengambil obat merah dan kapas. Tak lama Iwan segera kembali dan mulai mengobati lutut Nisa.
“Maaf ya, tante.. Saya lancang,” kata Iwan.
“Tidak apa-apa kok, Wan. Tante senang ada yang menolong,” kata Nisa sambil tersenyum.
Iwan mulai memegang lutut Nisa dan mulai memberikan obat merah pada lukanya.
“Aduh, perih…” kata Nisa sambil agak menggerakkan lututnya.
Secara bersamaan rok Nisa agak tersingkap sehingga sebagian paha mulusnya nampak di depan mata Iwan. Iwan terkesiap melihatnya. Tapi Iwan pura-pura tak melihatnya. Tapi tetap saja paha mulus Nisa menggoda mata Iwan untuk melirik walau kadang-kadang. Hati Iwan agak berdebar.. Biasanya dia hanya bisa melihat dari kejauhan saja lekuk-lekuk tubuh Nisa. Atau kadang-kadang hanya kebetulan saja melihat Nisa memakai celana pendek.
Iwan biasanya hanya bisa membayangkan saja tubuh Nisa sambil onani. Tapi kini, di depan mata sendiri, paha mulus Nisa sangat jelas terlihat. Nisa sepertinya sadar kalau mata Iwan sesekali melirik ke arah pahanya. Segera Nisa merapikan duduknya dan juga menutup pahanya. Iwanpun sepertinya terkesima dengan sikap Nisa tersebut. Iwan menjadi malu sendiri..
“Sudah saya berikan obat merah, tante…” kata Iwan.
“Iya, terima kasih,” kata Nisa sambil tersenyum.
“Sekarang sudah mulai tidak terasa sakit lagi,” ujar Nisa lagi sambil tetap tersenyum.
Iwan, 18 tahun, adalah anak tetangga depan rumah Nisa. Masih duduk di bangku SMP kelas 3. Seperti kebanyakan anak laki-laki tanggung lainnya, Iwan adalah sosok anak laki-laki yang sudah mulai mengalami masa puber.
“Kenapa kamu nunduk terus, Wan?” tanya Nisa.
“Tidak apa-apa, tante…” ujar Iwan sambil sekilas menatap mata Nisa lalu menunduk lagi sambil tersenyum malu.
“Ayo, ada apa?” tanya Nisa lagi sambil tersenyum.
“Anu, tante.. Maaf, mungkin tadi sempat marah karena tadi saya sempat melihat secara tidak sengaja…” kata Iwan sambil tetap menunduk.
“Lihat apa?” tanya Nisa pura-pura tidak mengerti.
“Lihat.. Mm.. Lihat ini tante,” kata Iwan sambil tangannya mengusap-ngusap pahanya sendiri. Nisa tersenyum mendengarnya.
“Tidak apa-apa kok, Wan,” kata Nisa.
“Kan hanya melihat.. Bukan memegang,” kata Nisa lagi sambil tetap tersenyum.
“Lagian, saya tidak keberatan kok kamu melihat paha tante tadi,” kata Nisa lagi sambil tetap tersenyum.
“Kamu kan tadi sedang menolong saya memberikan obat,” kata Nisa.
“Benar tante tidak marah?” tanya Iwan sambil menatap Nisa.
Nisa menggelengkan kepalanya sambil tetap tersenyum. Iwanpun jadi ikut tersenyum.
“Tante sangat cantik kalau tersenyum,” kata Iwan mulai berani.
“Ihh, kamu tuh masih kecil sudah pintar merayu…” kata Nisa.
“Saya berkata jujur loh, tante,” kata Iwan lagi.
“Kamu sudah makan, Wan?” tanya Nisa.
“Belum tante. Saya pulang dari rumah teman tadi belum makan,” kata Iwan.
“Makan disini saja, ya.. Temani saya makan siang,” ajak Nisa.
“Baik tante, terima kasih,” kata Iwan.
Mereka menikmati makan siang di meja makan bulat kecil. Ketika sedang menikmati makan, tanpa sengaja kaki Iwan menyentuk kaki Nisa. Iwan kaget, lalu segera menarik kakinya.
“Maaf tante, saya tidak sengaja,” kata Iwan.
“Tidak apa-apa kok, Wan…” kata Nisa sambil matanya nenatap Iwan dengan pandangan yang berbeda.
Ketika kaki Iwan menyentuh kakinya, seperti terasa ada sesuatu yang berdesir dari kaki yang tersentuh sampai ke hati. Nisa merasakan sesuatu yang lain akan kejadian tak sengaja itu.. Tiba-tiba Nisa merasakan ada sesuatu keinginan tertentu muncul yang membuat perasaannya tidak menentu. Sentuhan kaki Iwan terasa begitu hangat dan membangkitkan suatu perasaan aneh..
“Kamu sudah punya pacar, Wan?” tanya Nisa sambil menatap Iwan.
“Belum tante,” kata Iwan sambil tersenyum.
“Lagian saya tidak tahu caranya mendapatkan perempuan,” ujar Iwan lagi sambil tetap tersenyum. Nisapun ikut tersenyum.
“Pernah tidak kamu punya keinginan tertentu terhadap perempuan?” tanya Nisa lagi.
“Keinginan apa tante?” tanya Iwan. Nisa tersenyum.
“Kita habiskan dulu makannya. Nanti kita bicara…” kata Nisa.
Selesai makan, mereka duduk-duduk di ruang tengah.
“Kamu ada sesuatu yang harus diselesaikan di rumah tidak saat ini?” tanya Nisa.
“Tidak ada, tante,” kata Iwan.
“Tadi tante mau tanya apa?” kata Iwan penasaran.
“Begini, apakah kamu suka kepada wanita tertentu? Maksud saya suka kepada tubuh wanita?” tanya Nisa.
“Kita bicara jujur saja, ya.. Saya tidak akan bicara pada siapa-siapa kok,” kata Nisa lagi.
“Kamu juga mau kan jaga rahasia pembicaraan kita?” kata Nisa lagi.
“Iya, tante,” kata Iwan.
“Kalau begitu jawablah pertanyaan tante tadi…” kata Nisa sambil tersenyum.
“Ya, saya suka melihat perempuan yang tubuhnya bagus. Saya juga suka tante karena tante cantik dan tubuhnya bagus,” kata Iwan tanpa ragu.
“Maksudnya tubuh bagus apa,” tanya Nisa lagi. Iwan agak ragu untuk menjawab.
“Ayolah…” kata Nisa sambil memegang tangan Iwan. Tangan Iwan bergetar.. Nisa tersenyum.
“Mm.. Saya pernah.. Pernah lihat majalah Playboy, juga.. Juga.. Juga saya pernah lihat VCD porno.. Mm.. Mm.. Saya lihat banyak perempuan tubuhnya bagus…” kata Iwan dengan nafas tersendat.
“Oh, ya? Di VCD itu kamu lihat apa saja,” kata Nisa pura-pura tidak tahu, sambil terus menggenggam tangan Iwan yang terus gemetar.
“Mm.. Lihat orang sedang begituan…” kata Iwan.
“Begituan apa?” tanya Nisa lagi.
“Ya, lihat orang sedang bersetubuh…” kata Iwan.
Nisa kembali tersenyum, tapi dengan nafas yang agak memburu menahan sesuatu di dadanya.
“Kamu suka tidak film begitu?” tanya Nisa.
“Iya suka, tante?” kata Iwan sambil menunduk.
“Mau coba seperti di film, tidak?” kata Nisa.
Iwan diam sambil tetap menunduk. Tangannya makin gemetar. Nisa mendekatkan tubuhnya ke tubuh Iwan. Wajahnya di dekatkan ke wajah Iwan.
“Mau tidak?” tanya Nisa setengah berbisik.
Iwan tetap diam dan gemetar. Wajahnya agak tertunduk. Nisa membelai pipi anak tanggung tersebut. Lalu diciumnya pipi Iwan. Iwan tetap diam dan makin gemetar. Nisa terus menciumi wajah Iwan, lalu akhirnya dilumatnya bibir Iwan.. Lama-lama Iwanpun mulai terangsang nafsunya. Dengan pasti dibalasnya ciuman Nisa.
“Masukkan tangan kamu ke sini…” kata Nisa dengan nafas memburu sambil memegang tangan Iwan dan mengarahkannya ke dalam baju Nisa.
“Masukkan tangan kamu ke dalam BH saya, Wan.. Pegang buah dada saya,” kata Nisa sambil tangannya meremas kontol Iwan dari luar celana.
Sementara tangan Iwan sudah masuk ke dalam BH Nisa dan mulai meremas-remas buah dada Nisa.
“Mmhh.. Terus sayang…” kata Nisa.
“Tangan saya pegal, tante…” kata Iwan polos.
“Uhh.. Kita pindah ke kamar, yuk…” ajak Nisa sambil menarik tangan Iwan. Sesampainya di dalam kamar..
“Buka pakaian kamu, Wan…” ujar Nisapun melepas seluruh pakaiannya sendiri.
“Iya, tante…” kata Iwan.
Nisa setelah melepas seluruh pakaiannya, segera naik dan telentang di tempat tidur. Iwan terkesima melihat tubuh telanjang Nisa. Seumur-umur Iwan, baru kali ini dia melihat tubuh telanjang wanita di depan mata. Apalagi wanita tersebut adalah wanita yang sering di bayangkannya bila onani. Kontol Iwan langsung tegang dan tegak..
“Naik sini, Wan…” kata Nisa.
“Iya, tante…” kata Iwan.
“Sini naik ke atas tubuh saya…” kata Nisa sambil mengangkangkan pahanya.
Iwan segera menaiki tubuh telanjang Nisa. Nisa langsung melumat bibir Iwan dan Iwanpun langsung membalasnyanya dengan hebat. Sementara satu tangan Iwan meremas buah dada Nisa yang tidak terlalu besar. Sementara kontol Iwan sesekali mengenai belahan memek Nisa.
“Ohh.. Mmhh.. Terus remas.. Terus…” desah Nisa sambil memegang tangan Iwan yang sedang meremas buah dadanya, dan tangan mereka bersamaan meremas buah dadanya.
“Ohh.. Sshh…” kata Nisa. Iwanpun dengan bernafsu terus meremas dan menciumi serta menjilati buah dada Nisa.
“Wan, jilati memek ya, sayang…” pinta Nisa.
“Tapi saya tidak tahu caranya, tante,” kata Iwan polos.
“Sekarang dekatkan saja wajah kamu ke memek, lalu kamu jilati belahannya…” kata Nisa setengah memaksa dengan menekan kepala Iwan ke arah memeknya.
Iwan langsung menuruti permintaan Nisa. Dijilatinya belahan memek Nisa sampai tubuh Nisa mengejang menahan nikmat.
“Ohh.. Mm.. Ohh.. Terus jilat, sayang…” desah Nisa sambil meremas kepala Iwan.
“Wan, kamu jilati bagian atas sini…” kata Nisa sambil jarinya mengelus kelentitnya.
“Teruss.. Sshh.. Ohh…” desah Nisa sambil badannya semakin mengejang.
Pahanya rapat menjepit kepala Iwan. Sementara tangannya semakin menekan kepala Iwan ke memeknya. Tak lama..
“Ohh…” desah Nisa panjang. Nisa orgasme.
“Sudah, Wan.. Naik sini,” kata Nisa.
Iwan lalu menaiki tubuh Nisa. Nisa lalu mengelap mulut Iwan yang basah oleh cairan memeknya. Nisa tersenyum, lalu mengecup bibir Iwan.
“Mau tidak kontol kamu saya hisap,” kata Nisa.
“Mau tante,” kata Iwan bersemangat.
“Bangkitlah.. Sinikan kontol kamu,” kata Nisa sambil tangannya meraih kontol Iwan yang tegang dan tegak.
Iwan lalu mengangkangi wajah Nisa. Nisa segera mengulum kontol Iwan. Tidak hanya itu, kontol Iwan lalu dijilat, dihisap, lalu dikocoknya silih berganti. Iwan tubuhnya mengejang menahan rasa nikmat yang teramat sangat. Tangannya berpegangan pada pinggiran ranjang.
“Ohh.. Tantee.. Enaakk…” jerit kecil Iwan sambil memompa kontolnya di mulut Nisa.
“Masukkin ke memek, sayang…” kata Nisa setelah dia beberapa lama menghisap kontol Iwan.
Iwan lalu mengangkangi Nisa. Sementara tangan Nisa memegang dan membimbing kontol Iwan ke lubang memeknya.
“Ayo tekan sedikit, sayang…” kata Nisa.
Iwan berusaha menekan kontolnya ke lubang memek Nisa sampai akhirnya.. Bless.. Bless.. Bless.. Kontol Iwan berhasil masuk dan mulai memompa memek Nisa. Iwan merasakan suatu kenikmatan yang tiada tara pada batang kontolnya.
“Bagaimana rasanya, Wan?” tanya Nisa sambil tersenyum dan menggoyang pantatnya.
“Ohh.. Sangat enakk, tanttee…” kata Iwan tersendat sambil memompa kontolnya keluar masuk memek Nisa.
Nisa tersenyum.. Setelah beberapa lama memompa kontolnya, tiba-tiba tubuh Iwan mengejang. Gerakannya makin cepat. Nisa karena sudah mengerti langsung meremas pantat Iwan dan menekankannya ke memeknya. Tak lama.. Crott.. Croott.. Croott.. Croott..
“Ohh.. Hohh…” desah Iwan. Tubuhnya lemas dan lunglai di atas tubuh Nisa.
“Udah keluar? Bagaimana rasanya?” tanya tante Nisa sambil memeluk Iwan.
0 komentar:
Posting Komentar